Arti Properti Cacat Emosi

Pernahkah anda melihat bunyi iklan jual rumah kurang lebih seperti ini: Dijual Rumah Berhantu, Pembeli Diharap Waspada? Jadi sedari awal bahkan ketika iklan ditayangkan si pemilik rumah sudah memberitahukan dengan jelas kepada calon pembeli bahwa unit rumah tersebut memiliki sesuatu yang sering disebut "cacat emosi". Ha? Emang ada properti yang cacat emosi? Seperti apa maksudnya? Mari kita telusuri bersama!


Properti cacat emosi
Siapa yang mau membeli rumah cacat emosional? image: patch.com

Properti Cacat Emosi


Ya benar Kawan. Mungkin anda belum pernah mendengarnya, baru pertama kali mendengarnya atau selama ini ditutup-tutupi oleh para pelaku industri jual beli sewa properti. Menurut pengalaman kami, hingga saat ini (2024) belum pernah kami temukan satu pun perusahaan broker properti nasional yang concern terhadap topik ini. Bahkan tidak pernah ada agen properti yang benar-benar mau menggali masalah "cacat emosional" ini di setiap properti yang hendak mereka pasarkan. Yang ada malah justru ditutup-tutupi dengan berbagai cerita gimmick marketing karena takut properti yang mereka jual tidak laku atau dihindari orang. Logikanya sederhana: mereka sendiri kalau disuruh beli saja tidak mau, bagaimana bisa berharap orang lain juga harus mau membelinya? Jika beli saja ogah bagaimana kalau disuruh tinggal?


Properti cacat emosi (emotional defect) adalah properti (bangunan) - apapun itu - bisa rumah, ruang kantor, villa, apartemen, gudang, pabrik, tanah, kebun yang memiliki sejarah masa lalu yang kelam. Apa maksud sejarah masa lalu kelam ini? Begini Kawan, ketika bangunan itu selesai dibangun tentu disebut bangunan baru - kecuali bangunan itu adalah bangunan renovasi. Bangunan baru tentu tidak ada masalah karena baru. Nah, dalam perjalanan bangunan tersebut dihuni, diperjualbelikan, disewa orang maka sudah ada sejarahnya. Kalau semuanya aman dan baik-baik saja maka tidak terjadi cacat emosional.


Disebut cacat emosional jika di bangunan tersebut pernah terjadi beberapa tindakan kriminal, musibah atau hal-hal yang tidak wajar. Dengan demikian bangunan tersebut menjadi "kotor" atau "gelap". Contoh misalnya: pernah bahkan sering terjadi perampokan baik yang menewaskan penghuni atau tidak, pembunuhan berantai yang mengeluarkan banyak darah, kejadian bunuh diri, kematian tidak wajar dan aneh, penampakan hantu, penampakan hal-hal gaib, dst. Pokoknya aneh dan biasanya berakibat kematian. Inilah yang dimaksud dengan cacat emosi.


Belum Ada Hukum atau Kode Etik Yang Mengatur


Praktek jual beli sewa properti di Indonesia hingga sekarang (2024) belum ada hukum, regulasi atau kode etik yang mengatur bahwa setiap pemilik properti (owner), perusahaan broker properti dan agen penjual properti wajib dan harus menginformasikan secara detil atau lengkap "cacat emosional" seperti ini. Mereka harus mencari tahu sejarah properti yang mereka jual. Kapan dibangun, bagaimana kenyamanan pemilik ketika tinggal di sana, berapa lama tinggal di sana, alasan dijual, pernah terjadi kasus apa, apakah ada hal-hal yang di luar nalar logika manusia (hantu), apakah pernah terjadi kasus kejahatan atau kematian tidak wajar, apakah ada pertumpahan darah, apakah sewaktu dibangun ada ritual gaib, penanaman barang gaib seperti jimat, dsb...dsb. Hal-hal seperti ini hendaklah digali dengan lebih serius bukan seperti sekarang sekadar bercerita struktur bangunan, ketinggian lantai, luas tanah dan bangunan, informasi lokasi, harga, dsb.


Sekadar tahu saja, di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (US), para pemilik properti dan agen real estate wajib hukumnya memberitahukan beberapa hal yang berkaitan dengan cacat emosional seperti ini. Apakah rumah ini pernah terjadi kasus pembunuhan, apakah penghuninya ada yang bunuh diri, apakah ada penampakan hantu atau hal-hal gaib di rumah ini, apakah waktu dibangun menggunakan praktek paranormal, apakah ada jimat yang tertanam tetapi belum dibuang, apakah pernah sering terjadi perampokan atau pencurian, dsb. Karena pengalaman kami sendiri dalam membeli rumah, jika sebuah rumah sudah beberapa kali terjadi pencurian atau perampokan menandakan bahwa rumah tersebut memang potensial terkena tindak kriminal. Karena pelaku kriminal secara psikologis kadang balik melihat kondisi korban (dalam hal ini bangunan tersebut). Biasanya melihat penghuni baru atau ada kesempatan baru, dsb.


Jika tidak diinformasikan kepada calon pembeli, lalu begitu dibeli atau disewa dan si penghuni merasakan atau mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan bahkan malapetaka maka si penjual atau agen real estate tersebut bisa dituntut ganti rugi atau masuk penjara. Dianggap telah berbohong demi uang dan mengorbankan jiwa dan emosi orang lain. Wow, luar biasa. 


Makanya jangan heran dan kaget jika sewaktu-waktu membaca atau menemukan iklan jual beli sewa rumah di Amerika yang bunyinya kurang lebih begini,

"Disewakan cepat dan lengkap dengan perabot: rumah 2 lantai, 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, 1 kamar pembantu + 1 hantu anak kecil perempuan."


Jangan anggap aneh atau lucu iklan tersebut. Itu benar-benar ada, lazim dan memang seharusnya demikian. Pembeli atau penyewa harus diinformasikan secara detil. Jika tidak lalu si penghuni atau pemilik baru mengalami hal-hal yang aneh bahkan tindakan kriminal yang berujung kematian, maka si pemilik lama bisa kena tuntutan hukum dari ganti rugi hingga penjara. Namun jika sudah diinformasikan tetapi calon penghuni baru tetap mau maka mereka tidak bisa dituntut secara hukum lagi.


Bagaimana dengan praktek jual beli sewa properti di Indonesia? Kapan pertimbangan cacat emosional ini bisa diterapkan? Apakah selama ini agen properti, makelar properti, perusahaan broker properti atau bahkan konsultan properti bisa membantu kita menghindari cacat emosional seperti ini? Atau jangan-jangan malah ditutup-tutupi hanya demi uang semata? Hanya anda yang bisa menjawabnya!